Manusia dan Keindahan

Keindahan berasal dari kata “indah” yang berarti bagus,permai,cantik,molek dan sebagainya. Benda yang mengandung keindahan ialah segala hasil seni dan alam semesta ciptaan Tuhan. Sangat luas kawasan keindahan bagi manusia. Karena kapan,dimana,dan siapa saja dapat menikmati keindahan.

Keindahan itu pada dasarnya  adalah alamiah. Alam itu ciptaan Tuhan. Ini berarti bahwa keindahan itu ciptaan Tuhan. Alamiah itu artinya wajar,tidak berlebihan tidak pula kurang. Kalau pelukis wanita lebih cantik dari keadaan yang sebenarnya,justru tidak indah. Karena ada ucapan “lebih cantik dari warna aslinya”. Bila ada pemikiran drama yang berlebih-lebihan,misalnya marah dengan meluap-luap padahal kesalahan kecil,atau karena kehilangan sesuatu yang tak berharga kemudian menangis,meraung-raung,itu tidak berarti tidak alamiah.

Keindahan identic dengan kebenaran. Keduanya mempunyai nilai yang sama abadi dan mempunyai daya tarik yang selalu bertambah. Yang tidak mengandung kebenaran berarti tidak indah. Keindahan bersifat universal.

Ciri-ciri keindahan menyangkut kualita hakiki dan segala benda yang mengandung kesatuaan(unity),keselarasan(harmony),kesetangkupan(symmetri),keseimbangan(balance),dan pertentangan(contrast). Dari ciri-ciri itu diambil kesimpulan,bahwa keindahan tersusun dari keselarasan dan pertentangan dari garis warna,bentuk,nada dan kata-kata.

Sumber :

  • Mohtar Hadi,dkk. Ilmu Budaya Dasar. UNS. Surakarta,1986
  • Suyadi M.P., Drs. Buku Materi Pokok Ilmu Budaya Dasar,Universitas Terbuka,Jakarta,1985
  • Joko Tri Prasetya,dkk. Ilmu Budaya Dasar,Rineka Cipta,Jakarta,2013

Manusia dan Kegelisahan

MANUSIA DAN KEGELISAHAN

  1. KEGELISAHAN DAN SUMBER-SUMBERNYA

Pada prinsinya manusia merupakan makhluk yang diarahkan oleh motivasi dan cita-citanya. Hampir semua tingkah laku manusia dapat dipandang sebagai usaha untuk memuaskan hasrat biologis mereka. Tetapi tujuan itu sering sulit atau bahkan kemungkinan kecil untuk dicapai. Kegelisahan disini diartikan suatu kondisi dimana orang menghadapi halangan atau rintangan dalam mengatasi rintangan tersebut. Pada hakekatnya kegelisahan menunjuk pada motivasi yang terhalang dan dalam keadaan tak terpuaskan.

Banyak orang berpikir bahwa kegelisahan merupakan keadaan yang tak ‘diinginkan’. Tetapi para ahli jiwa berpikir bahwa kegelisahan merupakan kondisi hidup manusia,atau sebagai ‘kawan akrab’ yang memberi stimulus kepada tingkah laku manusia. Kegelisahan yang tak terhindarkan disebabkan oleh kompleksitas manusia,lingkungan dimana ia tinggal,dan keterbataan fisik dan jiwanya.

  1. MAKNA KEGELISAHAN

Kegelisahan berasal dari kata gelisah. Gelisah artinya rasa tidak tentram di hati atau merasa selalu khawatir,tidak dapat tenang(tidurnya),tidak sabar lagi(menanti),cemas dan sebagainya. Kegelisahan artinya perasaan gelisah,khawatir,cemas atau takut dan jijik. Rasa gelisah ini sesuai dengan suatu pendapat yang menyatakan bahwa manusia yang gelisah itu dihantui rasa khawatir atau takut.

Manusia suatu saat dalam hidupnya akan mengalami kegelisahan. Kegelisahan ini, apabila cukup lama hinggap pada manusia,akan menyebabkan suatu gangguan penyakit. Kegelisahan (anxiety) yang cukup lama akan menghilangkan kemampuan untuk merasa bahagia.

Tragedi dunia modern tidak sedikit dapat menyebabkan kegelisahan. Hal ini mungkin akibat kebutuhan hidup yang meningkat,rasa individualistis dan egoisme,persaingan dalam hidup,kadaan yang tidak stabil,dan seterusnya. Kegelisahan dalam konteks budaya dapatlah dikatakan sebagai akibat adanya instink manusia untuk berbudaya,yaitu sebagai upaya mencari “kesempurnaan”. Atau dari segi batin manusia,gelisah sebagai akibat noda dosa pada hati manusia. Dan tidak jarang akibat kegelisahan seseorang,sekaligus membuat orang lain menjadi korbannya.

Alasan mendasar  mengapa manusia gelisah ialah karena manusia memiliki hati dan perasaan. Bentuk kegelisahannya berupa keterasingan,kesepian,dan ketidakpastian. Perasaan-perasaan semacam ini silih berganti dengan kebahagiaan,kegembiraan dalam kehidupan manusia perasaan seseorang yang sedang gelisah,ialah hatinya tidak tentram,merasa khawatir,cemas,takut,jijik,dan sebagainya.

Sumber :

  • Mochtar Hadi,Ilmu Budaya Dasar,UNS,Surakarta,1986
  • Jujun S. Suriasumantri,Ilmu Dalam Perspektif,Yayasan Obor Indonesia dan Leknas-LIPI,Gramedia,Jakarta,1981
  • Joko Tri Prasetya,dkk,Ilmu Budaya Dasar,Rineka Cipta,Jakarta,2013